Rabu, 07 Januari 2009

PARTAI MASYUMI: 1945-60

Pendirian

Partai Masyumi merupakan kelanjutan dari organisasi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang didirikan Jepang pada tanggal 22 November 1943. Dalam organisasi ini, Muhammadiyah dan NU memainkan peranan penting. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada bulan November 1945, diadakan kesepakatan bahwa umat Islam bersatu ke dalam satu barisan pejuangan, yaitu Masyumi.

Akan tetapi, sekalipun Masyumi berhasil menampilkan sosoknya sebagai partai politik yang besar dan berpengaruh, partai ini tetap saja tidak dapat melepaskan diri sepenuhnya dari bibit-bibit perpecahan yang telah melekat sejak awal pembentukannya. Hal itu merupakan konsekuensi dari sifat organisasi Masyumi sebagai aliansi dari beberapa kelompok Islam, di mana masing-masing membawa semangat, aspirasi, orientasi dan kepentingannya kelompoknya. Dengan kata lain, masing-masing kelompok menggunakan Masyumi sebagai kendaraan politik untuk mengejar dan mengembangkan orientasi kekuasaannya. Akibatnya, timbul persaingan terbuka sekaligus laten di dalam Masyumi.

Perpecahan

Pada Juli 1947, kurang dari setahun setelah menggabungkan diri ke dalam Masyumi, PSII menarik keanggotaannya dan menyatakan diri sebagai partai politik independen. Sekalipun PSII merupakan kekuatan politik kecil pada saat itu, namun keputusannya keluar dari Masyumi menunjukkan gejala mulai merapuhnya ikatan politik di tubuh Masyumi.

Pada tahun 1952, Masyumi mengalami perpecahan terparah ketika NU memutuskan menarik diri dari Masyumi dan membentuk partai politik yang berdiri sendiri. Selain dikarenakan konflik antara konservatisme dan modernisme dalam Islam, perpecahan itu terutama dikarenakan struktur kepemimpinan yang terbentuk dalam Masyumi dianggap tidak merepresentasikan kekuatan riil dari NU. Unsur NU sejak awal hanya dibiarkan mendominasi Dewan Partai Masyumi yang jauh dari politik praktis sementara Dewan Eksekutif didominasi oleh unsur-unsur modernis, khususnya yang berasal dari kalangan Muhammadiyah. Peristiwa itu sendiri menjadi pukulan hebat bagi Masyumi karena NU memiliki pengikut yang sangat besar di beberapa wilayah, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan yang padat penduduknya. Dampak dari perpecahan Masyumi sendiri baru terlihat ketika pada Pemilu 1955, mereka hanya meraih 57 kursi dari total 257 kursi di parlemen.

Masyumi di Pemerintahan

Setelah RIS bubar dan sistem parlementer diterapkan, dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki jumlah anggota 232 orang, yang mencerminkan apa yang dianggap sebagai kekuatan partai yang ada waktu itu. Pada saat itu, Masyumi merupakan kelompok terbesar di Dewan Perwakilan Rakyat, di mana mereka memiliki 49 kursi (21%).

Dominasi Masyumi di Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menghantarkan mereka untuk dipilih membentuk kabinet pertama RI pada masa parlementer. Di bawah kepemimpinan Mohammad Natsir, kabinet yang didominasi oleh Masyumi itu berlangsung antara September 1950 hingga Maret 1951.

Berakhirnya Kabinet Natsir tidak berarti berakhirnya dominasi Masyumi dalam pemerintahan RI karena kabinet berikutnya masih dipimpin oleh seorang tokoh partai tersebut, yaitu Dr. Sukiman Wirjosandjojo, sekalipun kabinetnya pada dasarnya merupakan koalisi antara Masyumi dan PNI. Namun pemerintahannya tidak berlangsung lama, dan setelah itu dua kabinet berikutnya dipimpin oleh tokoh-tokoh PNI.


Pada bulan Agustus 1955, seorang tokoh Masyumi sekali lagi ditunjuk menjadi perdana menteri, yaitu Burhanuddin Harahap. Pada masa pemerintahannyalah pemilihan umum pertama di Indonesia diselenggarakan. Namun pemerintahannya berakhir ketika NU menarik dukungannya sehingga pada awal Maret 1956 Burhanuddin mengundurkan diri dari jabatannya.

Pembubaran

Setelah pemilu 1955, Masyumi semakin sering berbeda pendapat dengan partai-partai lain di kabinet maupun parlemen dalam beberapa isu politik, terutama peranan PKI. Hal itu menimbulkan perselisihan dengan Presiden Soekarno, yang menginginkan dilibatkannya PKI dalam kehidupan pemerintahan. Tajamnya perselisihan dalam isu PKI akhirnya mendorong sejumlah petinggi Masyumi, seperti M. Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara, mendukung pemberontakan PRRI/Permesta yang anti-komunis.

Keterlibatan sejumlah tokoh Masyumi dalam pemberontakan PRRI/Permesta dan penolakan Masyumi untuk memecat mereka dari keanggotaan partai tersebut akhirnya memberikan alasan bagi Soekarno untuk membubarkan Masyumi melalui Keputusan Presiden No.200 tahun 1960 pada 17 Agustus 1960. (© Redaksi Historia Ensiklopedia)

1 komentar:

  1. Casino Game For Sale by Hoyle - Filmfile Europe
    › casino-games › goyangfc.com casino-games › casino-games › https://deccasino.com/review/merit-casino/ casino-games Casino Game for sale by Hoyle on Filmfile apr casino Europe. nba매니아 Free shipping for most countries, https://septcasino.com/review/merit-casino/ no download required. Check the deals we have.

    BalasHapus